Ini bukan judul lagu, tetapi emang kenyataan bahwa detonasi bisa
ngerusak mesin. Gimana cara mengatasinya? Sabar… Kemampuan suku cadang
mesin menahan beban rasio kompresi tinggi dapat diukur dari beberapa
faktor, desain kubah ruang bakar, material cylinder head, lapisan ruang
bakar, material piston, bahan pembuat dinding liner, material klep,
nilai rating busi -semakin panas suhu kerja mesin maka penggunaan busi
ideal dengan nilai tinggi, semakin tinggi rasio kompresi penggunaan busi
cenderung membutuhkan elektroda kecil yang memiliki voltase kuat dan
fokus- Sekali aspek mekanis dalam mesin diperbaiki, maka variabel utama
yang mebatasi tetep : KETERSEDIAAN BAHAN BAKAR DENGAN NILAI OKTAN TINGGI. Semakin tinggi nilai oktan = semakin tahan terhadap detonasi dan kemampuan toleransi terhadap tekanan kompresi.
Dongeng diatas memunculkan pertanyaan yang seharusnya ada di
pikiranmu, Seberapa tinggi seharusnya Rasio Kompresi mesin yang akan
saya bangun? Kalaupun kamu mengetahui seluk beluk detail mesinmu dan
memutuskan bahan-bakar apa yang bisa kamu peroleh dan akan kamu pakai,
pertanyaan itu tetap tidak bisa terjawab dalam sekejab. Tanya Kenapa? Karena tanpa referensi ataupun data dari spesifikasi noken as,
RASIO KOMPRESI TIDAK BERARTI APA-APA!!! Lho, kok bisa? Dynotest yang
akan membuktikan silahkan patok rasio kompresi yang sama dengan camshaft
yang berbeda, gampangnya gini, mesin standard, upgrade pake camshaft A,
B, C… Pasti efeknya berbeda-beda! Well… dimana bedanya, kem mana yang
memiliki performa paling oke di rentang RPM berapa.
Berpikir tentang bagaimana siklus sebuah mesin dan bagaimana dulu
guru-guru kita mengajarkan proses mesin 4 langkah. Power stroke sudah
selesai dan piston mulai bergerak naik ke atas. Klep masuk pastinya
tertutup dan klep buang sudah terbuka. Seketika piston bergerak naik
sekaligus membantu mendorong gas buang ke exhaust port. Sesaat sebelum
piston mencapai TMA klep intake sudah mulai terbuka *disini point
penting seringkali piston bertabrakan dengan klep adalah saat proses
overlaping karena per klep floating, Piston berada pada TMA saat kedua
klep terbuka sedikit untuk mendinginkan mesin. Kemudian piston bergerak
turun dan klep buang tertutup sempurna dibarengi terbukanya klep hisap
lebar-lebar. Gas segar masuk dengan sempurna ke dalam silinder.
Sampailah piston di TMB dan ancang-ancang untuk melakukan langkah
KOMPRESI! Inilah poin kritis kedua sebelum kita memahami Rasio Kompresi
Dinamis (RKD).
Saat piston TMB, semua tahu klep intake masih terbuka. Akibatnya,
meki piston sudah mulai bergerak naik, belum terjadi sedikitpun KOMPRESi
karena klep intake masih terbuka. Kompresi baru dimulai
jika dan hanya jika klep
intake sudah tertutup penuh sempurna tentu saja klep exhaust juga masih
kondisi tertutup. Dan saat itulah campuran udara/bahan bakar
dipadatkan! Rasio kompresi saat klep intake benar-benar sudah tertutup
itulah yang dinamakan Rasio Kompresi Dinamis.
RKD adalah kondisi pemadatan udara-bahan bakar yang sesungguhnya
harus dihitung, bukan RK saja. Karena eh karena RKD tergantung pada
derajat klep menutup, maka cam spec memiliki banyak effect dalam RKD
sebagaimana spesifikasi teknis motor. RKD nilainya pasti lebih rendah
dibanding RK. Kebanyakan mesin
street performance dan semi-race motor memiliki RKD pada rentang 8 – 9 : 1. Untuk balap biasanya ada di 9,5 – 10,5 : 1. Mesin
dengan camsahft “kecil” akan butuh RK lebih rendah untuk mencegah
detonasi. Mesin dengan cam “besar” dengan klep intake yang semakin
lambat menutup bisa saja aplikasi rasio kompresi tinggi. Jika
bisa mendapatkan VP Racing fuel maka sah-sah saja memakai RKD dan RK
lebih tinggi. Tentu saja, motor balap dengan Cam Gemuk bisa dipahami
mereka bisa melewati rasio kompresi diatas 13,5 : 1. karena eh karena
cam mereka memiliki durasi overlaping lebih lama, yang berarti proses
pendinginan mesin lebih lama serta RKD yang tetap proporsional artinya
tidak terlalu kempos.
Durasi noken as secara riil akan mempengaruhi performa sebuah mesin,
sebagai contoh ketika kita memilih noken as berdurasi 310 derajat,
kemudian kita ukur dengan dial gauge ternyata… Noken as ini memiliki
data in close, 80 derajat sesudah piston bergerak naik dari Titik Mati
Bawah. Berarti sisa untuk langkah kompresi tinggal berapa anak-anak?
Hah!? berapa? 90 derajat? Budi! Ayo berdiri di depan kelas sambil angkat
kakinya dua-duanya…
Setiap siklus dalam mesin 4 langkah terjadi memakan proses sebanyak
180 derajat kruk as, sehingga langkah kompresi hanya tinggal 180 – 80
derajat = 100 derajat! Pinter… Nah, berarti langkah kompresi kita gak
100 persen dong? Ya iya lah… tadi kan diatas udah dijelasin kalau nilai
RKD pasti lebih kecil dari RK. Gampangnya jika langkah kompresi
diprosentasekan maka 100 / 180 derajat x 100 % = 55 %. Jadi jika kita
punya mesin dengan RK 10 : 1 maka rasio kompresi sesungguhnya tinggal
5.5 : 1, gitu? Gak segampang itu…
Menghitung RKD membutuhkan beberapa data, dan kalkulator tentunya,
masa pake sempoa? Pertama, nilai stroke setelah klep intake benar-benar
menutup harus didapat. Ini perlu tiga input : Intake Valve Closing
Point, Panjang Connecting Rod, Langkah sesungguhnya, dan beberapa rokok
biar ga bosen ngitung hehehe…
Daripada ribet-ribet ngitung tinggal klik aja di
http://www.wallaceracing.com/dynamic-cr.php tinggal input-input data dan klik, jadi deh…
Misal motor Yamaha Jupiter z spec drag 130cc , dengan
diameter piston 55.2mm , stroke 54mm, panjang rod 96mm, inlet close pada
90 ABDC. Maka inputnya adalah Bore = 55.2 / 25.4 (dari mm dipindah ke
inch) = 2.173 inches, Stroke = 54/25.4 = 2.12 inches, Rod length = 3.77
inches, static comression ratio 14,5 : 1, inlet valve close 90 derajat
setelah TMB. Klik tombol calculate, maka hasilnya adalah :
Static compression ratio of 14.5:1.
Effective stroke is 1.22 inchesra.
Your dynamic compression ratio is 8.75:1